Sahabat Edukasi yang saat ini sedang berbahagia…
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk
Transformasi Pendidikan menggelar Simposium Pendidikan Nasional. Acara bertema
‘‘Membumi-landaskan Revolusi Mental
dalam Sistem Pendidikan Indonesia” ini digelar di Gedung Ki Hadjar
Dewantara lantai 2, Kompleks Kemendikbud, Senayan, Jakarta, pada Selasa-Rabu,
24-25 Februari 2015.
Simposium
dibagi dalam enam kelompok (cluster).
Tiap kelompok membahas satu tema. Acara dibuka dan ditutup oleh Mendikbud Anies
Baswedan. Di akhir acara, dihasilkan sejumlah rekomendasi.
Berikut
Rekomendasi Kebijakan Hasil Simposium Pendidikan Nasional Tahun 2015 Akses dan Keterjangkauan
Pendidikan :
1.
Pemerintah
harus merevisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dimana Program wajib belajar harus ditingkatkan dari 9 tahun menjadi
12 tahun
2. Wajib
belajar tidak hanya didefinisikan wajib sekolah, warga Negara bisa mendapatkan
pelayanan pendidikan dari institusi yang lain seperti pesantren, sekolah alam,
seminari dan lain-lain, harus diakui, didukung dan difasilitasi oleh Pemerintah
3. Pemerintah
menghilangkan hambatan administrasi pendidikan, seperti melampirkan Akta Lahir
dan Kartu Keluarga, Ijazah TK/PAUD dll
4.
Menambah
jumlah lembaga sekolah dan institusi pendidikan lainnya yang setara di wilayah-wilayah
geografis sulit seperti Papua, Papua Barat , NTT dll. Selain itu, perbaikan
infrastruktur juga menjadi keharusan untuk memudahkan akses siswa menuju
sekolah
5. Pemerintah
harus membuat pendekatan kultural dan ekonomi sehingga angka partisipasi
sekolah penduduk terutama perempuan bisa ditingkatkan. Pendekatan agama
(seperti melalui pesantren dan melibatkan ormas keagamaan secara aktif)
merupakan salah satu cara untuk mendorong masyarakat bersedia mengenyam
pendidikan sampai minimal tingkat SMA/MA dan sederajat. Ditambah penyediaan
pembiayaan pendidikan (skema pendanaan pendidikan yang sudah ada) agar tepat
sasaran (on target). Keduanya diharapkan membuat banyak penduduk bisa mengakses
pendidikan sampai minimal 12 tahun.
6.
Pemerintah
harus membuat data yang valid terhadap penyandang disabilitas dan menegakkan
aturan sekolah inklusif untuk membuka akses kepada penyandang disabilitas dalam
lembaga pendidikan. Perhatian pemerintah selama ini masih sangat kurang
terhadap pendidikan penyandang disabilitas. Hal tersebut menyebabkan akses
pekerjaan para penyandang disabilitas menjadi kian susah.
7.
Pemerintah
Pusat dan Daerah perlu bekerjasama membuat aturan keterkaitan antar kebijakan
bantuan sosial dan saling berdampak, antara Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Program Keluarga
Harapan (PKH).
8.
Pemerintah
perlu melakukan pendekatan pemecahan problem yang menyebabkan rendahnya akses
pendidikan berdasarkan kepada problem dan kebutuhan setiap daerah, tidak boleh
seragam. Beberapa masalah terkait dengan geografis mempengaruhi jumlah lembaga
pendidikan. Karena itu, pengadaan lembaga pendidikan dan aksesnya menjadi
penting.
9.
Pemerintah
menyediakan data secara transparan, akurat, mutakhir dan bisa diakses oleh
publik. Sampai saat ini, data pendidikan masih relatif terbatas dari segi
cakupan tahun kontemporer dan tidak bisa diakses secara mudah.
10. Pemerintah
perlu menggunakan dan mengembangkan beberapa tools yang lain, yang mendorong
upaya perluasan akses pendidikan, seperti penggunaan literasi melalui internet.
Akses pada internet harus terbuka lebar untuk memperluas manfaatnya bagi semua
kalangan di negeri ini, kota dan desa.
11.
Pemerintah
membuka atau transparans data peserta didik (melalui permintaan informasi
public sesuai dengan UU No 14 tahun 2008 tentang KIP) terutama terkait dengan
peserta didik miskin peserta KIP atau penduduk Usia Sekolah yang masuk dalam
program wajardikdas 9 tahun atau wajar 12 tahun.
12. Pemerintah
harus menjamin adanya akses pendidikan warga Negara yang memiliki kondisi
khusus seperti anak dalam penjara, sedang menjalani rehabilitasi narkoba, dan
sedang hamil.
13. Pemerintah
harus menjamin tidak adanya diskriminasi dan menindak pihak manapun yang
menyebabkan terhambatnya hak warga Negara mendapatkan pendidikan contoh stigma
sosial, politik, dan kondisi khusus.
14.
Memperkuat
Mekanisme Pengaduan berkaitan dengan akses bagi warga Negara untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan.
15.
Menindaklanjuti
hasil kajian mengenai dampak negatif Otonomi daerah dalam Pelayanan Pendidikan
dan Politisasi Pendidikan di Daerah.
Untuk
melihat Rekomendasi Kebijakan Hasil Simposium Pendidikan Nasional Tahun 2015 lainnya,
silahkan klik pada links di bawah ini :
Demikian
rekomendasi kebijakan hasil simposium pendidikan nasional tahun 2015 admin share dari situs Dirjen Dikdas Kemdikbud
RI yang mana file lengkapnya dapat diunduh pada links berikut. Semoga
bermanfaat dan terimakasih… Salam Edukasi...!
0 Komentar di "Rekomendasi Kebijakan Hasil Simposium Pendidikan Nasional Tahun 2015 Akses dan Keterjangkauan Pendidikan"
Posting Komentar