Sahabat Edukasi yang berbahagia... BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) adalah sebuah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan
dan tanggungjawab tentang keuangan negara. Keuangan Negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Negara ada lah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan
dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagaimana dalam Undang-Undang Keuangan Negara pada
Pasal 1 ayat 5 dan 6 bahwa Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki
oleh Pemerintah Daerah. Selanjutnya pada pasal 2 ayat g menjelaskan bahwa
keuangan Negara termasuk juga kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang,
serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusa-haan negara/ perusahaan daerah.
Peran dan tugas pokoknya bisa diuraikan dalam
dua hal. Pertama, BPK adalah pemeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan
negara, dari manapun sumbernya. Kedua, BPK harus mengetahui tempat uang negara
itu disimpan dan untuk apa uang negara itu digunakan.
Sejarah
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
BPK didirikan pada 1 Januari 1947. Karena
itu, 1 Januari dinyata-kan sebagai Hari Ulang Tahun BPK. Keberadaan BPK pertama-tama ditetapkan oleh
Undang Undang Dasar 1945. Pasal 23 ayat (5) UUD memuat amanat: “Untuk memeriksa
tanggungjwab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan,
yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.”
Sejak 2003 setidaknya ada empat UU yang dapat
dijadikan lan-dasan hukum dan landasan operasional BPK: UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara; UU No. 1 / 2004 tentang Perbendaharaan Negara; UU No. 15/2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; serta
terakhir UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK.UU No. 15 tahun 2006 ini merupakan
penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK yang dianggap
sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan, baik pada
pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah;
Dalam UU No. 15 tahun 2006 ini secara jelas
dikatakan bahwa BPK harus berposisi sebagai lembaga pemeriksa yang bebas,
mandiri, dan professional. Ini sangat diperlukan dalam rangka upaya menciptakan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sejak masa reformasi 1998, sudah terdapat
sejumlah amandemen terha dap UUD 1945. Adakah perubahan amanat mengenai BPK
dalam rangkaian amandemen tersebut?
Amandemen terhadap UUD 1945 yang ditetapkan
pada 10 November 2001 memuat ketetapan yang lebih tegas mengenai posisi BPK.
Dalam amandemen tersebut, dinyatakan bahwa BPK adalah badan yang “bebas dan
mandiri” (Pasal 23E). Lengkapnya bunyi pasal tersebut adalah: “Untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”.
Perubahan penting lainnya dalam amandemen
tersebut adalah ditambahkannya ketetapan bahwa yang diperiksa BPK bukan saja
“tanggungjawab tentang keuangan negara” melainkan juga “pengelolaan keuangan negara”.
Dengan demikian fungsi BPK semakin menentukan dalam mengendalikan keuangan
negara, karena BPK kini juga wajib memeriksa bagaimana pemerintah dan
lembaga negara lainnya mengelola keuangan
yang dipercayakan kepada mereka.
Hubungan
BPK dengan Presiden
Baik di masa pemerintahan Soekarno maupun
Soeharto, walau secara legalitas sejajar, tapi dalam prakteknya BPK berada di
bawah kendali pemerintah. Namun sejak era reformasi, kondisi itu tidak lagi
berlaku. BPK saat ini benar-benar berdiri sejajar dengan Presiden.
Mengapa BPK harus berdiri sejajar dengan
Presiden? Penjelasannya sederhana. BPK harus memeriksa pengelolaan keuangan
Negara yang dijalankan pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya. Bila BPK
berada di bawah kendali Presiden, ruang gerak BPK untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggungjawab keuangan Negara akan terbatas. Suatu lembaga yang
dikendalikan presiden tidak akan mungkin berposisi independen saat memeriksa
bagaimana pemerintahan yang dipimpin presiden menjalankan tanggungjawabnya. Di
sisi lain, lembaga ini juga bukanlah badan yang berdiri di atas pemerintah.
Dalam hal ini, BPK adalah lembaga yang berdiri terpisah dari pemerintah. Tidak
ada hubungan atasan-bawahan di antara keduanya. BPK dipilih dan bertangungjawab
kepada DPR.
Sudah dikatakan bahwa salah satu perubahan
terpenting dalam amandemen UUD 1945 yang terkait dengan BPK adalah
ditambahkannya kata ‘bebas dan mandiri’. Mengapa prinsip ‘kemandirian dan
kebebasan’ itu sangat penting bagi BPK?Penegasan tentang “bebas dan mandiri”
ini penting mengingat pemerintahan-pemerintahan sebelumnya senantiasa berusaha
mengendalikan kiprah dan ruang gerak BPK sehingga BPK tidak dapat menjalankan
kewajibannya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab ke-uangan negara
secara optimal.
Di masa sebelum reformasi, BPK adalah lembaga
yang kedudukannya di bawah kendali pemerintah. Di masa itu, Presiden dapat saja
memerintahkan atau melarang BPK untuk melakukan pemeriksaan agar citra pemerintah
terangkat atau mencegah terungkapnya beragam bentuk korupsi yang dilakukan para
pejabat negara.
Ini tak bisa lagi dibiarkan terjadi saat ini.
Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah prasyarat penting untuk
menegakkan good governance yang
merupakan landasan utama bagi terciptanya demokrasi politik yang sesungguhnya.
Tuntutan reformasi meng hendaki terwujudnya penyelengga raan negara yang bersih
dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang
baik. Karena itu, BPK harus berada dalam kondisi yang memungkinkannya menjalankan
amanat UUD 1945 dengan seopti-mal mungkin.
Apa bentuk-bentuk pengendalian terhadap BPK
yang dilaku-kan pemerintah di masa lalu? Pada masa Orde Lama, BPK menjadi
bagian dari pemerintah. Pada waktu itu, Presiden Soekarno bertindak sebagai
Pemeriksa Agung, sementara Ketua BPK berkedudukan sebagai Menteri yang berada
di bawah komando Presiden. Patut dicatat, Presiden saat itu juga berposisi sebagai
Pemimpin Besar Revolusi.
Di masa Orde Baru pun, meski BPK telah
diposisikan sebagai lembaga negara yang berada di luar pemerintah, peranannya
tetap direduksi. Pengecilan peran itu dilakukan oleh pemerintah Orde Baru
dengan membatasi objek pemeriksaan, cara atau metode pemeriksaaan, maupun isi dan
nada laporan pemeriksaaan.
Saat itu, ruang gerak BPK untuk memeriksa
sejumlah ‘tambang emas’ atau lembaga yang lazim digunakan sebagai sumber dana
pemerintah Orde Baru, seperti Pertamina, Bank Indonesia dan bank-bank Negara, maupun
BUMN, sangat dibatasi. Pemerintah Orde Baru juga mengontrol BPK melalui
organisasi, personil, dan anggarannya. Sarana dan prasarana untuk peningkatan
mutu kerja dan sumber daya manusia (SDM) BPK pun sangat terbatas. Laporan akhir
BPK di masa Orde Baru harus disesuaikan dengan kepentingan pemerintah. Laporan
tersebut harus mendapat persetu-juan Sekretariat Negara terlebih dulu sebelum
diserahkan kepada parlemen. Konsultasi dengan pemerintah ini dimaksudkan untuk menghilangkan
berbagai temuan penyimpangan keuangan negara. Dapat diduga, setelah diperiksa
pemerintah, laporan BPK yang dikeluarkan itu sebenarnya
sudah tak lagi sepenuhnya memuat hasil
pemeriksaan yang dilakukan BPK sehingga tak lagi mencerminkan kondisi keuangan
negara. Laporan itu pun tidak boleh dipublikasikan secara terbuka kepada
masyarakat luas dan akhirnya menjadi sekadar dokumen rahasia negara yang tak
pernah dipublikasikan kepada masyarakat.
Segenap pembatasan tersebut men jadikan BPK
sulit untuk berperan dalam cara yang ideal sebagaimana diharapkan.
Ketidakefektifan BPK ini, pada gilirannya, melanggengkan praktek-praktek
korupsi dan mewariskan kerusakan dan kebobrokan pada generasi-generasi
berikutnya.
Dengan latar belakang tersebut, rangkaian UU
yang dilahirkan sesudah era Orde Baru secara tegas menekankan kemandirian BPK.
Kebebasan dan kemandirian BPK tersebut dijabarkan dalam UU No. 15 tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara serta UU No.
15 tahun 2006 tentang BPK yang meliputi:
a.
Kebebasan
dan kemandirian di bidang pemeriksaan (pasal 6 UU No. 15/2004 dan pasal 9 ayat
(1) huruf a UU n. 15/2006), yaitu bahwa “Penentuan objek pemeriksaan,
perencanaan dan pelak-sanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode
pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara
bebas dan mandiri oleh BPK”.
b.
Kebebasan
dan kemandirian di bidang Organisasi dan Sumber Daya Manusia, tercermin melalui
kewenangan BPK untuk menetapkan tata kerja pelaksanaan BPK dan jabatan
fungsional pemeriksa (pasal 34 UU No. 15/2006), yaitu bahwa: “Tata kerja
pelaksana BPK serta jabatan fungsional ditetapkan oleh BPK setelah
berkonsultasi dengan pemerintah”.
Alasan mengapa
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara harus diperiksa?
Ini perlu dilakukan agar setiap
pihak yang mengelola uang negara akan menjalankan amanat tesebut dengan cara
yang sebaik-baiknya sehingga membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
Pihak-pihak yang mengelola uang Negara harus menyadari bahwa mereka tidak dapat
memanfaatkan uang yang dipercayakan rakyat tersebut secara tidak
bertanggungjawab. Bila para pengelola keuangan Negara merasa bahwa tak ada
pihak yang mengontrol bagaimana uang tesebut digunakan, mungkin sekali terjadi
penyimpangan penggunaan uang Negara, baik dengan untuk tujuan memperkaya diri
atau karena sekadar salah urus.
Pada masa itu, banyak projek pembangunan
yang dilakukan secara fiktif. Dari anggaran pembangunan yang sudah disepakati
dan seharusnya digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang membawa manfaat bagi masyarakat
luas, sekian puluh persen di antaranya dikategorikan sebagai ‘bocor’ dan
‘dikorupsi’ untuk memperkaya
diri. Dana pembangunan juga lazim
mengalir ke pihak-pihak yang bukan semestinya.
Proses pemilihan rekanan juga
diketahui sering dijalankan dengan cara yang tidak bertanggungjawab, sehingga
yang terpilih justru bukan pihak yang akan mampu menjalankan program dengan cara
yang paling efektif, efisien dan berkualitas; namun pihak-pihak yang paling
banyak memberikan komisi.Ini semua terjadi karena, antara lain, ketiadaan
pemeriksaan yang efektif oleh lembaga audit independen baik di saat maupun
sesudah program-program pemerintah dan lembaga negara lainnya dijalankan.
Kehadiran badan pemeriksa semacam ini akan menjadikan set-iap pihak yang
mengelola keuangan negara sadar bahwa bila mereka menyalahgunakan anggaran yang
dikelolanya, tindakan pengelabuan itu mungkin sekali diketahui dan dibongkar
oleh lembaga pemeriksaan independen sehingga ia harus meng-hadapi risiko
serius, dan dimasukkan ke dalam penjara.
Dalam hal ini, BPK berkewajiban menjaga
agar keuangan negara dikelola secara bertanggungjawab. Dalam hal ini, BPK akan
mempelajari apakah lembaga pemerintah atau lembaga negara menggunakan anggaran yang
dipercayakan kepada mereka dengan cara yang benar dan baik sesuai dengan
anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
BPK akan mempelajari apakah seti
ap rupiah yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut memang digunakan untuk program
atau kegiatan yang sudah dianggarkan atau tidak. Misalnya saja, salah satu
program yang sudah dianggarkan adalah menerbitkan ratusan ribu buku gratis
untuk anak-anak SD di seluruh Indonesia.
Selengkapnya, silahkan baca buku saku BPK di
bawah ini:
Demikian artikel tentang BPK Kawal Harta
Negara Untuk Selamatkan Ekonomi Negara. Semoga bermanfaat dan terimakasih...
Salam Edukasi...!
0 Komentar di "BPK Kawal Harta Negara Untuk Selamatkan Ekonomi Negara"
Posting Komentar